Jan 15, 2011

Perjalanan Malam


Malam Jakarta, Perjalanan diantara gedung-gedung tinggi, sendiri dan sunyi
14 Januari 2011

Setiap gerakan, perilaku, perbuatan, dan segala daya upaya yang dilakukan manusia mengandung nilai. Merujuk pada hukum kekekalan energi, “energi tidak dapat dimusnahkan melainkan diubah atau ditransformasikan dalam bentuk energi lain”, maka apa yang dilakukan manusia sekecil apapun itu pasti menghasilkan energi  dan energi ini tidak akan musnah melainkan bertransformasi menjadi pahala atau kebaikan-kebaikan dalam bentuk lain yang akan dirasakan manusia karena hukum kausalitas Tuhan. Energi ini terkandung muatan nilai tetapi manusia tidak pernah mengukur berapa besar energi yang dihasilkan.


Melihat realita yang terjadi, manusia mengejar angka sebagai imbalan dari daya upayanya. Angka yang menjadi imbalan itu biasa disebut dengan uang. Uang yang menjadi imbalan dari daya upaya manusia tidak bisa menggantikannya, karena energi yang dihasilkan tidak terukur oleh manusia. Dengan kata lain manusia adalah mahluk yang lebih tinggi dari uang. Artinya uang harus hanya menjadi efek moral dari suatu pekerjaan. 

Kalau anda menyetir atau sopir bus, meskipun anda tidak mencari uang tapi anda tetap mendapat bayaran. Maka, yang kita perlukan adalah bagaimana supaya kita menjadi sebuah kepribadian dengan sifat, sikap, dan perilaku yang membuat uang mengejar kita. Jadi, manusia tidak perlu menyibukkan diri dengan sibuk hatinya, darahnya, jiwanya, shalatnya, hajinya, untuk mencari uang karena derajatnya uang itu yang mencari anda, anda derajatnya adalah dicari oleh dunia, anda tidak mempunyai derajat yang rendah untuk mencari dunia kalau menurut Allah. 

***
Melihat Indonesia saat ini, saya berpendapat bahwa rakyat Indonesia sedang berada pada zona nyaman, sehingga pergerakan apapun yang dilakukan oleh siapapun orangnya, organisasi apapun bentuknya tidak dapat dirasakan efeknya oleh rakyat. Berbeda dengan zona ketidak nyamanan, manusia yang berada pada zona tersebut merasa tertekan, tertindas, dan menderita jadi akan lahir inovasi-inovasi baru dari emotif yang dirasakan manusia.

Sesungguhnya yang akan merevolusi, mengubah Indonesia menjadi lebih baik adalah Dia yang memiliki kepastian, manusia tidak memiliki kepastian tetapi bisa meminjam Kepastian dari Yang Maha Memiliki Kepastian. Intelektual atau akademisi sekalipun tidak memiliki sumber kepastian kecuali ia merujuk pada sumber kepastian yaitu Al-Quran. Al-Quran adalah sumber informasi yang dijamin memiliki kepastian, maka Allah turunkan Al-Quran kepada manusia untuk dijadikan pedoman dalam kehidupannya dan Allah pinjamkan akal untuk mengkaji Al-quran agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia dalam bentuk teknologi yang membantu manusia. Tidak ada sehelai daun-pun yang jatuh tanpa dikawal oleh Malaikat Allah.

***
Banyak kalangan intelektual di dunia yang memiliki gelar kesarjanaan. Namun sarjana yang diciptakan adalah sarjana yang tidak sah. Sarjana tidak sah kalau sarjana SMA-nya tidak sah, Sarjana tidak sah kalau sarjana SMP-nya tidak sah. Apa gelar orang pertama yang memberikan gelar sarjana yang pertama kali kepada sarjana?, apakah orang tersebut sudah sarjana?, maka tidak ada di dunia ini yang memiliki gelar sarjana yang sah. Sarjana sejati adalah orang yang memutuskan segala sesuatunya dari diri sendiri. 

Universitas tidak pernah menciptakan akademisi yang universal. Kenyataan yang terjadi universitas hanya menciptakan akademisi yang memiliki ilmu yang spesialisi. Dalam kehidupan seseorang dituntut untuk memecahkan masalah bukan dari satu sisi ilmu pengetahuan melainkan dari setiap aspek ilmu pengetahuan. Maka apa yang terjadi jika sarjana spesialisasi diminta untuk memecahkan masalah, ia hanya mampu menemukan pemecahan dari spesialisasi ilmu yang dimilikinya. Jadi, melihat kenyataan tersebut universitas bukanlah universitas, melainkan paguyuban-paguyuban fakultatif. 

***
Ada dua hal yang dapat menyelamatkan Indonesia. Pertama, ada sebuah institusi terkecil yang kita miliki yaitu keluarga. Keluarga dibangun oleh dua insan manusia yang disatukan oleh kehendak Allah swt. Karena cinta-Nya kepada Allah maka ia berani menikahi wanita untuk dijadikan istri. Maka dengan dasar rahman dan rahim akan terbetuk sebuah keluarga. Kalau institusi keluarga ini tercipta dengan sungguh-sungguh maka ia akan melindungi segenap anggota keluarganya dari bahaya-bahaya yang mengancam. Adakah orang tua yang ingin menjadikan anaknya pelacur seperti orang tuanya?, adakah orang tua yang ingin menjadikan anaknya maling seperti orang tuanya?. Dengan berkeluarga yang sungguh-sungguh karena Allah maka akan tercipta sebuah harmonisasi dan kearifan lokal.

Kedua ibadah, ibadah adalah metode rutin untuk proses pengakhiratan. Ibadah memberikan sebuah momenum-momentum yang memungkinkan manusia pelakunya untuk secara berkala melakukan pengambilan jarak dari dunia. Itu bisa berarti suatu disiplin intelektual untuk menjernihkan kembali persepsi-persepsinya, untuk memproporsionalkan dan mensejatikan kembali pandangan-pandangannya terhadap dunia dan isinya, sekaligus itu bermakna ia menemukan kembali kefitrian-diri-kemanusiaan. Ibadah shalat adalah suatu transisi sistem yang terus-menerus mengingatkan dan mengkodisikan pelakunya yang memelihara sikap mengakhiratkan dunia atau mendunia akhiratkan kehidupan. Ibadah salat menawarkan irama, yaitu proporsi kedunia-akhiratan yang dialektis berlangsung dalam kesadaran, naluri dan perilaku manusia.

Kalau kita idiomatikkan bahwa salat itu bermakna pencahayaan (’air hujan’, salah satu jenis air yang disebut oleh al-Qur’an), maka jenis ibadah berkala ini berfungsi mencahayai dan mencahayakan kehidupan pelakunya. Mencahayai dalam arti menaburkan alat penjernihan diri dan persepsi hidup. Mencahayakan dalam arti memberi kemungkinan kepada pelakunya untuk bergerak dari konsentrasi kuantitas (benda, materi) menuju dinamika kreativitas (energi) sampai akhirnya menuju atau menjadi kualitas cahaya (Allahu nur al-samawat wa al-ardl).

“Saya tidak akan menagih untuk dicintai, tapi saya akan mencintai siapapun dan apapun meskipun dihina dan tertindas, sebab saya mencintaimu tanpa syarat”