May 31, 2011

Calon Pendidik Immoral


Saat ini siapa kira-kira yang bisa menjadi model untuk kita jadikan rujukan dalam berperilaku ??. saya pikir saudara-saudara bisa menjawab pertanyaan retoris ini ketika melihat keadaan bangsa seperti ini, atau perlu saya giring untuk dapat menjawab pertanyaan ini. Hanya ada satu manusia di dunia yang direkam secara lengkap mengenai perilaku kehidupannya, mulai dari bangun tidur, cara makan dan minum, serta memperlakukan seseorang, sampai bagaimana sikap beliau jika tidur. Beliau adalah Nabi Muhammad SAW, saya tantang saudara untuk mencari satu kata saja dari perkataan beliau yang mencela orang lain???.(monggo di sms jawabannya ke nomor saya)


Sebelum menjadi pendidik, seorang pendidik harus mampu melakukan perbuatan teladan yang baik terhadap anak didiknya. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik. Pendidik adalah model keteladanan dan sebagai fasilitator. Sebagaimana Rasullullah yang memberikan contoh kepada umatnya.

Keteladanan apa yang akan diberikan kalau ada disudut-sudut pada tempat pusat belajar terdapat calon-calon pendidik yang bersikap Immoral(tidak punya akhlak). Ini baru sebatas sebagai calon pendidik, belum menjadi pendidik. Perilaku seperti ini memang tidak bisa kita salahkan sepenuhnya pada si pelaku, karena saya sendiri masih memiliki rasa malu, malu karena saya belum mampu memberikan solusi untuk memperbaiki perilaku ini.

Ya.. mereka kebanyakan dari kaum muda cenderung mengikuti dominan kultur. Yaitu sebuah perilaku, trend, atau mode yang menjadi pusat perhatian bagi kebanyakan orang. Mari kita perhatikan, apakah saudara dapat temukan orang-orang yang memakai sarung pergi ke kampus atau ke pusat perbelanjaan kota, misal: Plasa Senayan, EX, Arion dsb. Untuk ukuran kondisi saat ini mereka yang pergi ke Mall menggunakan sarung akan dianggap sebagai ke anomalian dan yang normal adalah mereka yang memakai pakaian kalau bergerak serba salah bahkan membatasi gerak tubuhnya. Bukankah pakaian berfungsi mentupi aurat, bukan membatasi gerak dari si pemakainya, lah kalau membatasi gerak lebih baik saudara pakai kain kafan yang sudah jelas terbukti dan banyak pemakainya. Orang yang sudah tidak bernyawa saja dibungkus dengan pakaian yang sopan, lah yang hidup tidak ada akhlak dalam berpakaian...
Selain dominan kultur, manusia kadang menempatkan dirinya lebih rendah dari pada jabatan yang dicita-citakannya. Jabatan lebih penting dari moralitas. Ya mereka yang menjadi pengampu peserta didik, lebih memilih profesinya karena upahnya yang tinggi tanpa memahami fungsinya sebagai model keteladanan. Untuk membuka pintu mobilnya saja diperlukan bantuan orang lain untuk membukanya, hal ini mungkin karena dimodelkan oleh para pejabat tinggi di negeri ini. Mestinya jabatan itu tidak penting, karena apapun jabatan kita kalau memiliki moralitas, maka itu lebih penting, meski ia adalah tukang sapu.

Sebagai paragraf penutup, akhlak dan moral lebih tinggi dari hukum sebab hukum di negeri ini dibuat karena kesepakatan-kesepakaan yang suatu saat dapat berubah karena tidak ada kesepakatan lagi diantara pembuatnya dan pelanggarnya, sedangkan Akhlak dan moral adalah nurani yang tidak disepakati oleh siapapun kecuali kesadaranmu sebagai hamba Allah yang beriman.