Dec 1, 2009

PERJALANAN (IV): Human Having or Human Being


Kembali ke cerita, begitu lama kami berjalan akhirnya kami tiba di sabuga. Dari sabuga kami awali perjalanan untuk mengelilingi ITB. Saat dijalan menuju masjid Salman Kami melihat salah satu mahasiswa ITB, dia adalah seorang wanita tingginya +\- 163 cm, melihat penampilannya dia adalah orang yang berada, ini terlihat ketika dia mengendarai sebuah mobil. Kami yang melihat sebenarnya merasa iri, masih muda tapi dia sudah mapan. Namun, dari perisiwa itu saya mendapatkan pelajaran yang berharga.

Pelajaran berharga tadi akan saya gambarkan dengan sebuah sketsa. seorang bijak yang memasuki sebuah desa terkejut karena dari jauh terlihat seseorang lelaki yang sedang berlari mendekati orang bijak ini sembari berkata “batu itu!, batu itu!, berikan batu permata itu kepada ku”, orang bijak bertanya “batu permata apa?”. lelaki ini kemudian mengatakan kepada orang bijak “tadi malam saya bermimpi, saya akan bertemu dengan orang bijak dan saya akan mendapatkan batu permata yang membuat saya kaya raya.” Orang bijak ini merogoh kantongnya dan dia mengambil sebuah batu yang ditemukannya di jalan kecil kemarin, lalu memberikannya kepada lelaki tadi. lelaki itu memandang batu itu dengan rasa kagum, batu itu adalah intan, barangkali intan terbesar di dunia. Kemudian lelaki itu pulang dan semalaman lelaki ini gelisah memikirkan batu permata dan tidak bisa tidur. Esok harinya ketika fajar menyingsing orang ini pergi menemui orang bijak dan berkata “ wahai orang bijak, berikanlah saya kekayaan yang membuat anda rela memberikan batu ini kepadaku”.

Dari kejadian tadi terdapat dua paradigma mendasar dalam hidup. Pertama adalah memiliki, dalam paradigma ini ukuran kesuksesan kita terlihat dari apa yang kita miliki, memiliki benda-benda, kendaraan, harta, pekerjaan, jabatan, dsb. Secara mudah paradigma ini dapat dirumuskan dengan kalimat saya adalah apa yang saya miliki. Paradigma kedua adalah menjadi, disini ukuran kesuksesan dilihat dari seberapa jauh seorang manusia dapat meningkatkan kualitas kemanusian. Paradigma kedua ini dapat di rumuskan dalam kalimat saya adalah siapa saya.

Banyak orang yang memahami kehidupan dengan memiliki. Untuk hidup kita memang perlu memiliki benda-benda. Suatu taraf memiliki yang minimal merupakan prasyarat agar kita menjadi manusia . Tetapi dengan paradigma memiliki ini menciptakan ketidak bahagiaan. Suatu saat apa yang kita miliki bisa hilang. Lantas kalau kita apa yang kita miliki, siapakah kita kalau kita tidak memiliki apapun?. Ini berbeda dengan paradigma menjadi. Menjadi adalah proses internalisasi yang kita tumbuhkan di dalam diri kita. Kita mesti menjadi lebih baik dari hari ke hari, kita perlu investasi jangka panjang untuk membentuk karakter kita, ini diibaratkan petani yang bercocok tanam dan menuainya nanti. Esensi kehidupan sejatinya adalah bagaimana manusia dapat menjadi yang lebih baik. Jangan lupa manusia bukan human having tetapi human being.(bersambung)