Sep 19, 2010

Perjalanan Seindah Matahari: Lantaran Membuat Tujuan Kita Menjadi Satu (III)

Malaikat Maut Pasti Akan Datang

Selanjutnya adalah menunggu kedatangan saudara kami yaitu Andri Yusuf Setiawan. Saya tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang keberadaan Andri. terakhir informasi yang saya terima sekitar pukul 16:00 yaitu sebuah pesan singkat berisi pertanyaan “Sudah naik kereta belum?”, pesan singkat tersebut tidak dapat saya jawab karena baru saja saya menghabiskan pulsa untuk mengirim kabar ke Ayah tercinta. Saya tidak meragukan kreativitas saudara Andri, saya yakin dia akan memberikan kabar kalau sudah sampai di tempat tujuan yang sudah disepakati. Maka segera kami berdua melakukan perjalanan selanjutnya untuk mencari tempat istirah karena hari sudah larut malam. Tempat utama yang ada di dalam benak kami adalah Hotel Bulan Bintang.


Malam itu pukul 23:30, perjalanan satu mil lebih sedepa kami awali dengan langkah pertama dari Jln. Wahidin Sudirohusodo. Setiap langkah kami iringi dengan pencitraan mata kami untuk menyusur setiap sudut jalan agar dapat menemukan masjid. Masjid adalah tempat istimewa untuk istirah karena hanya disana kami dapat pelayanan alarm yang menjamin kami untuk tetap melakukan sembahyang dengan tepat waktu. Di jalan kamipun tidak berhenti memikirkan nasib tema Andri Yusuf Setiawan yang sekarang tidak tahu dimana rimbanya, untuk menenangkan pikiran kami berdoa semoga dia selamat dalam perjalanannya. Tidak terasa langkah kami sudah sampai di Jln. Urip Somoharjo, belum ada masjid yang kami lihat.


Di sepanjang jalan kami banyak menemukan warung lesehan yang tentunya menggugah selera kami untuk makan malam. Sembari jalan kami memilihl, mana warung yang akan kami ziarahi. Namun, langkah kami sudah memasuki Jln. Gejayan Mrican dan rasa lapar sepertinya hilang mengabur mungkin dikarenakan teriakan nasib teman kami yang sekarang sedang menikmati penderitaan di gerbong ekonomi. Untuk itu kami berkabung dengan aksi mogok makan malam. Hampir saja langkah kami memasuki Jln. Lingkar Luar Utara tapi beruntung Allah segera memberikan hasil dari perjuangan kami, segera kami membersihkan diri dan selanjutnya istirahat.


07 Agustus 2010


Sedikit ceritera di sepanjang waktu istirah kami. Ketika sedang tidur, tiba-tiba teman saya ini membangunkan saya karena kedinginan, saya mengakui saya tidak merasa dibangunkan. Tapi Fadil bilang saya sempat bangun namun tidur kembali. Mungkin karena receiver body reflex yang saya miliki sudah saya atur untuk tidak menanggapi sesuatu yang sifatnya tidak penting, ya memang tidak penting karena seharusnya diri beliau sendiri bisa melakukan pertolongan pertama pada saat kedinginan, entah itu melilitkan karpet pada tubuhnya untuk menghalau hawa dingin yang menusuk atau segala macam sampai ia tidak menemukan jawabannya maka saya lah yang harus turun tangan sehingga akan terjadilah adegan romantisme, memberikan jaket yang saya gunakan untuknya(so sweet), hehehe.


Saya akui terkadang saya bisa merasakan kedatangan atau kehadiran sesuatu ketika sedang tidur. Ketika waktu menunjukan pukul 03:00 pagi, ada aura kedatangan sesosok mahluk yang membuat nyawa saya kembali dalam sekejap dari genggaman-Nya. Segera otomatisasi tubuh saya melakukan gerakan setengah sit up dan mata saya terbuka lebar, hati saya berdebar-debar karena tepat di depan saya tampak seorang atau sejin(belum terindentifikasi) nenek dalam wajah pucat pasi tersenyum menyambut kebangkitan saya dari tidur.


Saya merasa sangat-sangat terkejut, dalam hati saya bertanya-tanya selama 30 detik. Beliau ini manusia atau jin?.

Percakapan diawali oleh nenek dengan bertanya, “dari mana nak?”, dalam keadaan yang sangat susah payah saya terus berusaha berzikir, bisa jadi dia malaikat yang akan segera mengantarkan saya menuju jalan sunyi.


Dengan kesadaran saya dan dalam posisi tubuh sit up siap siaga saya beranikan menjawab, ”saya dari Jakarta nek?”.


Kemudian disambung dengan pertanyaan berikutnya, hati saya sedikit agak tenang karena walaupun dia jin masih agak berahabat sepertinya. “mau kuliah disini?”, tanya nenek tersebut.


Segera saya jawab, “nggak.. saya ingin bertemu teman nek?”. Posisi tubuh saya sudah 90 derajat dalam kondisi duduk untuk menghormatinya.


Akhirnya percakapan dapat segera diakhiri. Nenek tersebut masuk ke dalam masjid. Namun saya masih mengintai untuk mengindentifikasi mahluk apa beliau, kalau dia masuk kemudian menghilang saya sudah bisa menyimpulkannya. Saya amati sekitar satu menit, nenek tersebut keluar dan menyalakan saklar lampu dan barulah dengan tenang saya lanjutkan untuk menemani kembali teman saya Fadil yang tertidur nyenyak ketika detik-detik peristiwa mendebarkan itu terjadi.(bersambung)


Perjalanan Seindah Matahari I

Perjalanan Seindah Matahari II

Jalan Sunyi