Jika kita lihat beberapa bulan lalu, Rakyat Yogyakarta kembali di uji. Dengan isu-isu yang tersiar di Media Massa mengenai RUUK. Hal ini sangat mengusik rakyat Yogyakarta, sebab bagi mereka yang mengetahui sejarah NKRI, Yogyakarta adalah bidan yang melahirkan NKRI. Bagi masyarakat asli Yogyakarta, mereka begitu mencintai Keraton karena keraton adalah simbol kultural bagi warga yogyakarta dan itu menjadi bagian dari harga diri serta martabat orang yogya.
Ketika Ibukota Indonesia pindah ke Yogyakarta, sikap Sri Sultan Hamengkubuwono IX bagitu rendah hati. Beliau menurunkan egonya untuk turun satu tingkat dari bangsa yang merdeka dan berdaulat, menjadi bangsa yang berada dibawah kekuasaan republik. Sri Sultan HB IX akhirnya mengintegrasikan Yogyakarta ke Republik Indonesia dan rakyat pun mematuhi isi maklumat tersebut. Tidak berhenti disitu, bahkan gaji presiden dan para pejabat negara didanai oleh keraton. Namun, Sri Sultan HB IX tidak ingin menyebutkan nominalnya. Masa mau menolong mesti berkoar-koar... Dengar-dengar sih 5 juta golden, berapa ya jika ditransformasikan dengan nilai mata uang skrng???
Kini tiba-tiba ketentraman Yogya diusik. Hal ini tentunya tidak jauh dari persoalan motif ekonomi. Letusan Merapi yang terjadi pada bulan november 2010 lalu, memberikan sumber daya alam yang memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Pasir Merapi yang ada, akan membutuhkan waktu delapan puluh tahun bila dikeruk secara manual. Pasir merapi memiliki kualitas terbaik di dunia. Jika ada orang pusat mengobok-obok potensi ini tentunya rakyat Yogyakarta akan menjadi penonton dari keserakahan profesianalisme ekonomi modern. Yogyakarta juga terkandung pasir besi terbesar yaitu pasir besi kulonprogo. Di dunia hanya ada satu tempat pengolahan yaitu di New Zealand. Di kulonprogo rencananya akan dibangun tempat pengolahan pasir besi juga. Tentu hal ini akan membuat kalang kabut New Zealand jika terealisasi.
Sikap rakyat yogyakarta hanya ingin merawat jiwa-jiwa yang merdeka, membebaskan dari penjajahan ambisi politik dan ideologi dari satu golongan yang begitu rakusnya ingin menancapakan kekuasaan politiknya di seluruh nusantara. Warga yogya tidak ingin kerakusan satu golongan itu memecah belah dan membuyarkan benteng kultural Yogyakarta.
Mungkin jika ditelaah perbedaan antara presiden dan raja adalah bahwa presiden hanya bertanggung jawab oleh mereka yang memilihnya saja dan tidak memiliki sistem di dalam dirinya untuk bertindak secara mekanisme moral tertentu. Sedangkan raja merupakan keadaulatan dari Tuhan, maka di bertanggung jawab kepada pemberi keadaulatan tersebut. Tanpa diawasipun, seorang raja seharusnya dengan sendirinya tidak melakukan korupsi.
“Yogya masyhur [istimewa] karena jiwanya yang merdeka.” Kata Bung Karno.
________________
________________
Disclaimer:
Tulisan ini hanya sebatas pengetahuan saya yang papah. Satu waktu bisa dibenturkan oleh informasi atau fakta yang berbeda.
Janganlah bersedih hati atas urusan yang menghimpit hidupmu, bisa jadi di dalam deritamu Allah sembunyikan rahmat-Nya, Allah tidak pernah tidur dan sangat Maha Kuasa untuk mengubah hidupmu.
Minta maaf jika ada persoalan atau hak yang belum diselesaikan diantara saya dengan saudara-saudari, Insya Allah segera dipenuhi. Jangan ada rasa benci diantara kita sebab Allah hanya menciptakan potensi cinta diantara kita sesama mahluk Allah yang dimanesfestasikan dengan kasih sayang. Tidak ada kebencian, kecuali cinta yang kau lukai.