Apr 20, 2014

Sihir Abad 21


Alhadulillah
Bismillah-irrahman-irrahim

Saksikanlah, bahwa setiap orang hari ini bisa menyerang siapapun saja tanpa harus saling berhadapan. Tangannya melempar batu, tapi yang melempar ternyata bukan tangannya. Apakah ini zaman yang kita sebut sebagai Puncak dari Peradaban modern ataukah puncak zaman dari peradaban pengecut. Kita semua bisa memuat apa saja di media yang kita sebut Internet, yang buruk pun bisa kita tampilkan. Disana tak ada batas dan pertanggungjawaban terhadap siapapun, sebab tidak ada wilayah manusia. Ini kekerasan yang canggih, yaitu kekerasan yang tak tampak sebagai kekerasan, namun langsung memukul pusat jantung dan menghisap darah. Lain halnya kalau kita menyampaikan keberatan dengan saling berhadapan (ber-muwajahah), disana akan lahir cinta dan kasih sayang untuk tidak merendahkan martabat manusia. Maka jika hari ini penggunaan media informasi dan komunikasi berlangsung tanpa ada batas dan konsep aurat, artinya media informasi dan komunikasi adalah pornografi total.


Tayangan Televisi Cerminan Masyarakat

Kalau melihat gejalanya, rasanya masyarakat kita tidak memiliki ketakutan terhadap sesuatu yang menghancurkan nilai-nilai dalam kehidupannya. Hal itu bisa kita saksikan dari konsumsi tayangan yang ditonton di televisi nasional, yang laku adalah yang membuat penonton senang meskipun itu harus merendahkan martabat manusia. Sehingga acara tv kita adalah joget, joget , dan joget. Ini bisa kita lihat dari realitas kehidupan masyarakat. Jika ada dinamika maka pasti ada yang kehilangan-kehilangan. Dan kemajuan akan terbukti jika dari kehilangan-kehilangan itu akan ditemukan penggantinya. Anak-anak kecil di kampung-kampung perkotaan jarang lagi menembang  “gundul-gundul pacul...” tapi bergeser menjadi “tutupen botolmu, tutupen oplosanmu ... “. Dikalangan anak-anak remaja pun tak kalah ungkapan ekspresinya, rambut dicat kecoklat-cokalatan meskipun kulit hitam legam. Kalau yang ditonton menampilkan mode pakaian yang belum pernah dipakainya, maka supaya seseorang tidak terlihat ketinggalan zaman dengan apa yang diinformasikan di televisi, harus ada pola ekspresi yang bentuknya adalah material. Sehingga akan ia kenakan model pakaian yang sama persis yang ada di televisi itu. Dan demi menunjukan gaya hidup yang tidak ketinggalan zaman, akan ia kenakan jaket kulit tebal ditengah siang hari bolong yang gerah, sehingga fungsinya pun bergeser bukan untuk melindungi diri dari dinginnya cuaca melainkan sebuah identitas atau lambang bahwa ia tidak ketinggalan zaman. 

Berapa puluh atau berapa tahun lagi, Kita akan lihat pola kebudayaan masyarakat kita yang lumrah jika cara berpakaian cukup hanya menutupi keindahan-keindahan vital yang dimiliki manusia. Semakin banyak orang menanggalkan pakaian, semakin agung makna kain pentutup badan. Namun semakin lebar kain penutup badan, semakin tinggi seseorang memberikan harga pada diri kemanusiannya. Sebab pakaian adalah akhlak yang menjadikan orang disebut manusia. Peniruan-peniruan khayalan (verbal) yang disebutkan diatas menandakan bahwa kemajuan teknologi komunikasi tidak disertai dengan kesiapan taraf pendidikan masyarakat. Sejauh apa sebenarnya televisi, internet, atau teknologi komunikasi berperan benar-benar sebagai salah satu metode komunikasi yang efektif. Dalam hal ini media informasi dan komunikasi hanya menjadikan pengguna sebagai objek yang harus dipengaruhi meskipun itu harus menghilangkan identitas bangsa.

Media Massa sebagai Industri

Ada yang unik kalau menjelang bulan suci Ramadhan, saluran-saluran televisi nasional kita akan banyak menampilkan program-program yang religius. Hal ini akan berlangsung seharian penuh selama satu bulan penuh ramadhan. Artisnya, presenternya, penyanyinya akan tampil memakai sarung, peci, kerudung dan jilbab. Entah apakah ini diambil dari proses kualifikasi yang objektif dari kehidupan sang artis ataukah itu dikarenakan momentum sehingga mereka harus memakai itu agar laku. Sebenarnya kita juga senang kalau saudara-saudara kita yang tampil itu memakai pakaian yang baik, tapi kenapa harus tiba-tiba dipakai pada bulan ramadhan dan setelah itu harus ditanggalkan jika sudah habis nuansa bulan sucinya. Kalau demikian, maka yang rugi adalah umat islam itu sendiri.

Dari persitiwa tadi saya ingin menyampaikan bahwa dalam konsep media massa (televisi dan koran) orientasinya adalah industri, semua diukur dari untung dan rugi. Apa yang laku dimasyarakat, maka itu  yang akan ditampilkan. Jadi tidak ada ukuran baik atau buruk bagi penontonnya. Sebab sudah sejak lama mereka tempatkan penonton sebagai objek, bukan subjek dari media komunikasi yang berlayar ajaib itu. Kalau pun disebut untung itu tidak ada hubungannya dengan manusia. Dalam teori ekonomi orang modern, wilayah manusia berada dishaf sekian-yang ada adalah mengeksplorasi modal yang kecil agar menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya. Jika Industri media massa menjalankan ekonomi manusia, maka disana akan ada keberadaban, dimana kebaikan dan keindahan akan melahirkan tayangan yang relevan dan efektif  ditengah kondisi dan tingkat masyarakat yang menontonnya. Dimana anak-anak petani tidak akan merasa malu meskipun setelah menuntut ilmu di kota ia harus kembali mengembangkan desanya bergaul dengan cangkul di sawah. Bukannya mencampakan orang-orang desa sehingga menganggap bahwa kemajuan ada di kota, dan harus ke kota.

Iklan, Sihir Abad Modern

Pernah seorang teman menyimpulkan dengan kalimat seperti ini “Iklan di Indonesia itu lebih bagus dari pada film-filmnya”. Iklan memang harus punya daya magi bagi pemirsanya, sebab tujuan mereka adalah untuk dagang. Jadi untuk mengiklankan rokok mereka tidak akan menyodorkan rokoknya. Melainkan dengan membuat tayangan yang sekian detik memiliki nuansa dan terasa hidup, sehingga apa yang ditawarkan itu tidak terlihat pretensius. Sebuah fungsi yang subtansi akan diterima dengan baik jika dihadirkan dengan latar atau keberadaannya. Maka inilah sebuah keadaan pada masyarakat, dimana jika sesuatu itu ditawari dengan cara menjejali yang terjadi adalah ia akan menjauhi. Ada metode dimana seseorang harus terjerat tanpa ia tahu sesungguhnya sedang terjerat.

Barangkali ini yang disebut Sihir diabad modern yang bertransformasi menjadi televisi, internet, handphone dan segala macam bentuknya  yang menjadikan kita untuk memilih sesuatu yang sesungguhnya tidak benar-benar dibutuhkan secara subtansial. Iklan-iklan yang ditampilkan di media massa mempengaruhi dan menggiring penontonnya untuk ikut dalam mekanisme industri (disetir). Penonton harus masuk dalam sebuah lingkaran setan, jika tidak maka tak akan pernah ada pola hubungan yang meguntungkan bagi pemiliki modal. Disinilah pola budaya konsumsi manusia bergeser dari sesuau hal yang benar-benar dibutuhkan menjadi sesuatu hal yang seolah-olah dibutuhkan. Kita semua pasti ingat pada sebuah peristiwa dimana Nabi Musa pernah menghadapi Fir’aun dan Ahli Sihirnya. Dalam Surat Athaaha dikisahkan (ayat 65-69),

mereka berkata : ”Hai Musa, apakah kamu yang melemparkan (dahulu), atau kamikah yang mula-mula melemparkan?”.

Kemudian Nabi Musa mengatakan :” Silahkan kamu sekalian melemparkan. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa Takut dalam hatinya.

Kami (Allah) berkata : “janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu yang paling unggul (menang).

Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat.

“Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang”

Konflik antara Musa dan Fir’aun beserta ahli-ahli sihirnya bagitu sangat luas konteksnya. Kejadian tersebut tidak hanya terbatas pada zaman kejahiliyaan fir’aun namun juga bisa terjadi juga pasca zaman nabi Musa atau pada waktu kapapanpun. Melihat gejala-gejala yang ada saat ini bukankah media massa (televisi, internet, koran, dsb) juga mampu membuat tipu daya untuk menggeser kebudayaan manusia untuk jauh dari nilai-nilai religius menuju budaya materialistik. Dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi semuanya hari ini berkiblat pada zaman Yunani Kuno. Kalau elemen-elemenya tidak berdasarkan parameter yunani maka tidak akan laku.Sekolah yang laku adalah yang dapat sertifikat. Setiap orang  untuk masuk dalam lapangan pekerjaan hari ini akan ditagih sertifikatnya, loh bagaimana dengan sistem Pendidikan Pesantren yang melakukan proses pendidikan yang juga menghasilkan Insan-insan berintegritas. Dikala zaman eropa mengalami kegelapan, Indonesia sudah lebih unggul sistem pendidikannya dengan adanya Pesantren. Kalau ditanya siapa yang paling bertanggung-jawab atas mutu integritas individu yang hari ini terlibat dalam kekacaaun diskala eskalasi bidang apapun di indonesia, maka bagaimanapun pendidikan formal dianggap paling menanggung beban tanggung-jawab.

Siapakah fir’aun pada zaman ini? Apakah ia seorang raja ataukah sebuah sistem yang dibuat perangkat-perangakatnya menjadi siaran-siaran televisi, metode-metode iklan, perangkat-perangkat yang membuat orang menjadi maniak terhadapnya. Dari skala hal kekacauan yang terjadi pada umat manusia, sesungguhnya teradapat perbuatan tipu daya. Untuk melihat tipu daya itu, mohon kita semua mendata kembali apa-apa yang telah kita gunakan atau miliki. Apakah model pakaianmu, warna rambutmu, jenis celanamu, benda yang menempel pada gigimu, semuanya atau segala sesuatunya kamu pilih berdasarkan kemandirian dirimu bredasarkan kebutuhan ataukah kesenangan dari luar sehingga kamu merasa wajib memakainya padahal ia tidak diperlu-perlukan amat.
---
Televisi, handphone, internet merupakan bentuk konkret dari sebuah kemajuan. Ia tidak bisa dilepaskan dari kemajuan teknologi. Namun kemajuan tidak segampang itu, bagi masyarakat Indonesia itu adalah sesuatu yang hadir bukan dari proses yang mendasari mereka harus memiliki benda-benda berteknologi semacam itu, melainkan dari lingkaran perekonomian yang mengarahkan masyarakat harus menjadi konsumen dari teknologi modern. Sehingga kemajuan masyarakat dalam hal kreativitas dan produktivitas tidak berkembang. Abad modern yang dialami Indonesia adalah memakai perangkat-perangkat orang yang lebih dulu modern daripada kita. Bukan menjadi hal yang mendasar untuk mengeksplorasi kreativitas, sikap mental, dan displin ilmu. Kelayakan bukanlah kemampuan kita menatap benda-benda atau kepemilikan material, melainkan menuju ke arah manusia yang dapat menentukan batas kewajaran hidup kemanusiannya.

Jika dituliskan akan ada banyak daftar kejahatan halus (tipu daya) yang semuanya memakai perangkat-perangkat yang menggunakan peran satelit, medium gelombang, dan gravitasi. Namun, saudara-saudaraku semua memiliki peranan untuk mencari dan menemukan dalam kemandiriannya sehingga menjadi sebuah perjuangan dalam proses pembelajaran. Kalau Allah menciptakan perangkat pada mahluk seperti kadal, kura-kura, cicak untuk melindungi diri dari bahaya. Maka ditengah-tengah keadaan hari ini, dimana manusia harus dikepung oleh tipu daya. Martabat manusia direndahkan dilayar-layar televisi. Tak ada ukuran atau batasan kemanusian, semua berdalih bahwa apa yang dilakukan artisnya, penyanyinya, bintang filmnya adalah sebagai kebebasan ekspresi dan demokrasi. 

Apa yang harus dilakukan atau dipersiapkan manusia untuk menghadapi tipu daya itu?. Ada beberapa anjuran yang bisa kita lakukan. Pertama, Rasulullah menganjurkan kepada umatnya “makanlah ketika lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang”, ini merupakan rumus kesehatan dalam segala bidang dari kesehatan sampai sejarah. Segala sesuatunya jika dikonsumsi secara berlebihan akan mendatangkan kemubajiran, harus ada ketepatan dalam menkonsumsi atau menggunakan perangkat teknologi. Kedua, mempelajari kembali sesuatu yang mendasar atau bernuansa tradisional. Dizaman ketika perdagangan masih menggunakan sistem barter, masyarakat memiliki budaya yang kuat dalam hal gotong royong, terbangunnya rasa persaudaraan kemanusian yang tinggi. Ketergantungan manusia terhadap alat pun masih minim. Dan perlu juga kita ingat  bahwa teknologi informasi ditunjang oleh perangkat  seperti satelit dan peran gaya graviasi, medium gelombang, dan benda langit lannya. Berdasarkan perkembangan astronom, ditemukan enigma pada benda langit yang akan mempengaruhi gaya gravitisi. Jika terjadi katastrof benda langit, maka akan menghancurkan sitem perangkat teknologi. Artinya kita jangan sampai mengalami ketergantungan. Akan ada kondisi-kondisi dimana kita harus kembali pada pola tradisional. Ketiga, Allah berfirman kepada Nabi Musa “janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat.” Mengenai siapa sosok Musa di abad modern, mohon siapapun untuk bermurah hati menjelaskannya. Namun, sikap yang paling tepat ditengah ketidakpastian adalah meninggalkan segala hal yang dibenci oleh Allah, sambil menyetorkan kebaikan-kebaikan. Menarik diri ke dalam hati, sebab disana ada ruang yang mengembalikan diri kepada yang Maha Memiliki Segala Kepastian.