May 3, 2014

Untuk Guru-guru Amatir


Alhamdulillah
Bismillah-irrahman-irrahim

Mungkin di ujung atau dikoordinat-koordinat tertentu masih terdapat guru yang harus memikirkan kesejahteraan anak-anak dan keluarganya. Meskipun secara bersamaan ia harus juga mengurus dan mengayomi anak-anak muridnya menuju masa depan. Ada yang kuat bertahan di lahan yang tak mungkin untuk tumbuh dan juga ada yang menginginkan pekerjaan lain karena ia khawatir tidak mampu menjangkau impian masa depannya.

Impian masa depan itu dapat berupa kepemilikan-kepemilikan benda seperti mobil mewah, rumah bertingkat, smartphone model terbaru, jaminan di hari tua. Saya yakin kita semua menyimpan hasrat yang demikian di lubuk hati yang dalam. Hal ini akan menjadi masalah kalau fokus kita sebagai guru bukanlah kesadaran untuk mendidik murid, melainkan tergantikan oleh bagaimana mewujudkan impian masa depan melalui aktivitas mengajar. Sehingga muncul tindakan-tindakan semacam jualan buku atau buku diklat, menjalankan proyek-proyek receh yang sebisa-bisa mungkin meraup keuntungan. Jika demikian praktik pendidik kita, jangan tanyakan bagaimana kualitas pendidikan yang berlangsung.

Saudara-saudaraku apabila kita fokus untuk melakukan silaturahmi dan mengembangkan kependidikan, memperlakukan peserta didik dengan cinta dan kasih sayang  serta semanfaat mungkin, mempelajari sungguh-sungguh wacana untuk pendidikan, sehingga tercipta sebuah kinerja pendidikan yang membuat orang lain merasa aman menitipkan anaknya disekolah. Apakah tidak mungkin akan timbul kemungkinan-kemungkinan lain yang bukan hanya merasa aman menitipkan anaknya tapi juga menitipkan urusan-urusan lain yang mungkin itu melebih gaji yang diidamkan atau impian-impian masa depan kita?. "min haitsu la yahtahsib".

Memang terdapat perbedaan gaji seorang guru yang bersertifikasi dengan guru yang belum bersertifikasi. Namun, Guru profesional bukan ditandai dengan syarat administrasi sertifikat. Tidak ada yang menjamin tingkat profesionalitas guru dengan kepemilikan sertifikat. Disamping profesional juga dibutuhkan ke-amatir-an seorang guru , yakni guru yang bekerja karena dorongan cinta. asal kata amatir adalah amore, yang artinya adalah cinta. Sehingga profesionalitas bukan tercipta dari dorongan syarat dari tanggungjawab atas kepemilikan sertifikat melainkan karena hal yang mendasar untuk melakukannya. Profesional adalah ketepatan langkah dalam menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya. Kalau garpu jangan dipakai untuk mengambil kuah, kalau sendok jangan dipakai untuk menusuk daging. Gaji guru yang belum bersertifikasi memang tidak memungkinkan untuk menggapai khayalan-khayalan impian masa depan. Tapi sesunguhnya mereka punya peluang untuk menciptakan hal-hal yang tak dapat dinilai dengan angka-angka. Rezeki yang datang tidak tergantung oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, melainkan pararel dengan tingkat syukur kita kepada Allah. Allah sebagaimana yang kita prasangkakan. Kalau kita mengangap Allah pelit, maka Ia tutup kran rezeki untuk kita, Kalau kita yakin Allah penuh kasih sayang dan murah hati, maka Allah bukakan rezeki itu sedinamis rasa syukur dan penghargaan kepadaNya.

Untuk Guru-guru amatir yang berada dalam wilayah yang mungkin sulit untuk mendapatkan hak-haknya dari negara, namun terus menanam benih-benih ditanah yang tidak memungkinkan untuk tumbuh, hal yang demikianlah merupakan rezeki yang mahal. Sebab belum tentu guru lain sanggup menahan deraan tersebut, sementara saudara-saudara semua sanggup terhadap hal itu. Kebahagian tidak harus memiliki sertifikat atau dipersyarat dengan mendapat tunjangan fungsional, gaji ke -13 atau hal apapun saja yang kita menggantungkan terhadap hal di luar diri kita. Alhamdulillah kalau guru-guru yang amatir itu, berani untuk tidak ikut dalam mekanisme kecurangan untuk memperjuangkan hak-haknya tersebut dan tidak menambah kerusakan di negerinya. Artinya ketentraman hidup tidak bisa disanggah sepenuhnya oleh batu bata bangunan atau ransum isi dunia. Allah menyimpan rezeki yang lebih tepat momentumnya dan lebih penuh gairah kenikmatannya.