Jan 11, 2015

Cahaya dan Sampah

Judul ini bukan untuk membandingkan mana yang lebih baik atau tidak, melainkan untuk mengambil posisi untuk memahami lebih mendalam dan meluas. Cahaya dan sampah bukan hanya dilihat dari wujudnya, sebab untuk melihat sesuatu ada view yang lebih luas (sisi pandang, jarak pandang, sudut pandang). Seperti buah dan benih, dimana keduanya memiliki peran dan fungsi yang sama-sama penting. Di dalam benih semua katalog mengenai karakteristik dahan, ranting, bunga, putik sari, dan buah sudah tersedia di dalamnya. Sedangkan Pohon adalah bentuk transformasi yang sudah tergenggam dalam benih sehingga ia akan tumbuh sebagaimana kodratnya.

Awal mula semuanya adalah cahaya – energi  tak bermasa yang entah kapan pada satu waktu Allah ciptakan peristiwa ledakan yang dahsyat. Ledakan yang konstruktif. Beda dengan ledakan yang dibuat manusia, cenderung untuk menghancurkan. Dari keadaan tidak ada warna, rasa, hawa, aroma, suara akhirnya mengembang menjadi aether, partikel, atom, unsur, molekul, organ. Kemudian terbentuk planet, satelit, dan benda-benda langit lainnya. Di planet yang bernama bumi,  ditumbuhkan dan disuburkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh kehidupan manusia. Dan atas itu semua Tuhan tidak menagih apa-apa, keculi cinta dan kesetiaan.

Hingga waktu berjalan cukup jauh, sampailah pada peristiwa dimana manusia menyepakati ada barang-barang yang disebut sampah. Barang-barang itu menjadi hidup untuk merusak tatanan ekosistem dan harmoni alam. Kalau pernah menemukan peristiwa, ada orang yang menebang pohon kemudian orang yang menebang itu jatuh sakit, dan air disekitar menjadi kering. Jangan dulu disebut klenik. Air, pohon, tanah, udara, manusia semuanya punya ikatan satu sama lain, ada kesatuan hidup antara pohon dengan air, tanah dan seterusnya. Jadi kalau tatanan kosmos satu saja dirusak maka struktur kesemestaan juga akan rusak. Satu botol yang dibuang, akan mempengaruhi kesuburan tanah dan ini kalau diteruskan akan panjang. Kalau tidak bisa kita temukan kesatuan kehidupan pohon dengan tanah, tanah dengan air, manusia dengan unsur-unsur alam semesta yang lain melalui cara berfikir kita, maka temukanlah itu dengan perabaan kesadaraan kealam semestaan. Kesadaran kealam semestaan adalah memahami alam semesta dan harmoni sebagaimana kodrat yang telah ditentukan oleh sang pencipta.

Ada ayat-Nya yang berbunyi "Robbana ma kholaqta hadza batiila", ( Ya Rabb tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia). Untuk menyatakan ayat tersebut, manusia mestilah melakukan pengamatan, penelitian, percobaan untuk menemukan bahwa di dalam satu ternyata mengandung seribu. Bagaimana bisa kita temukan tanpa melalui pengamatan dan penelitian bahwa pada kotoran sapi ternyata punya nilai manfaat untuk kesuburan tanah dan apabila diendapkan dalam reaktor akan menghasilkan gas metan yang dapat dijadikan bahan bakar. Allah ciptakan lipatan tanah, daun-daunan, unsur-unsur kimia, tentu semuanya mengandung kebermanfaatan bagi kehidupan. Untuk menemukan ketidak sia-siaan, maka jalan yang ditempuh sebagai hamba Allah adalah mengamati, meneliti, melakukan percobaan. Untuk selanjutnya, kesemua hal itu mengantarkan manusia pada kesadaran terhadap Sang Pencipta. Hingga akhirnya diujung pemikiran dan perenungannya terhadap sesuatu sampai pada “Robbana ma kholaqta hadza batiila”. Maka sesungguhnya laporan utama dalam penelitian atau pengamatan apapun yang paling utama adalah ditujukan kepada pemilik saham, yang menciptakan tanah, daun, udara, sistem metabolisme. Itu semua tidak bisa tidak, sebab semuanya berhubungan dengan Tuhan. Sebutkan sejengkal di alam semesta yang bukan ciptaan-Nya?

Hampir setiap aktivitas keseharian hidup kita terhadap sesuatu yang tidak lagi punya nilai manfaat dan daya guna akan berhenti dipojok yang sepi, dibuang dan diabaikan. Yang membuat mereka (baca:sampah) ada adalah karena aktivitas manusia, tapi manusia tidak menginginkan mereka. Tapi nyatanya sampah itu terus-menerus ada, bertumpuk-tumpuk, esok pagi ada di darat, kemudian dibawa arus waktu muncul di lautan. Bentuknya pun ada banyak ragam, ada yang bersahabat dengan bumi sebab dapat melebur kembali dengan mudah menjadi unsur alamiah. Ada juga yang membutuhkan waktu 1000 tahun lamanya untuk menemukan kembali bentuk alamiahnya. Itu pun sampah yang mudah diurai seringkali tak bersahabat ketika keberadaannya mengisi ruang-ruang semesta, mata manusia yang melihatnya bisa merasa jijik dan aroma yang ditimbulkan karena logika prosesnya bisa membuat orang mual.  Ya.. sampah-sampah itu adalah cermin kehidupan kita, kehidupan politik, kehidupan budaya, kehidupan sosial, kehidupan ekonomi. Sampah tak bersuara tapi aksinya nyata. Sampai dibatas itukah, adab manusia menjalani kehidupan. membeli, menggunakan, kemudian membuang.

Kita hidup praktis sehingga plastik sering kita gunakan. Atau jangan-jangan memang kebijakan, peraturan, undang-undang menujukan kita untuk kehidupan yang menghasilkan plastik. Setidaknya hari ini ada yang menghimpun, 5,25 triliun sampah plastik berujung di lautan dunia. Tanaman laut yang menghasilkan setengah oksigen untuk setiap nafas kehidupan kita dan mahluk laut mulai dari siput sampai ikan paus yang menjadi jantung kehidupan laut tidak punya riwayat untuk menghancurkan kehidupan diri mereka sendiri, kitalah yang merusak mereka yang sebab-sebabnya adalah dari perilaku kita. Dari kondensasi organik atau penambahan polimer yang terdiri dari rantai panjang karbon, maka terbentuklah plastik yang dengan mudah wujudnya bisa menjadi apapun. Tapi untuk mendaur ulang dirinya tidak seperti usia manusia hidup di bumi.

Plastik digunakan dan dibuang banyak orang. Menyumbat saluran air, nyangkut di pagar halaman, atau kadang dibakar yang asapnya memberikan daya hidup untuk membunuh manusia yang membuatnya ada. Kalau sudah tak punya nilai jual, siapa lagi yang meliriknya? Bukankah di dalam kehidupan manusia ada pernikahan, kelahiran, kematian. Siapa yang dapat memiliki gagasan agar bumi tetap terjaga, agar pusakanya tetap sampai pada sekian generasi?

Syukur Alhamdulillah, masih ada manusia yang daya pikirnya tidak plastik. Melalui proses pencarian, mengamati, dan mengolah, akhirnya melihat bahwa gunungan sampah itu adalah berkah. Sebagaimana Tuhan membuat sitem metabolisme pada mahluk hidup, yang dari prosesnya akan menghasilkan feses, namun ternyata dibalik itu semua dimaksudkan agar tubuh tetap sehat. Plastik dan jenis sampah lainnya ditransformasikan untuk punya nilai tambah, yang inti utamanya bukan soal uang, melainkan agar bumi dan kehidupan tetap sehat. Sebab tidak sehat adalah kegelapan dan cahaya adalah energi yang menyehatkan kehidupan. Ditangan sebagian orang, sampah-sampah plastik dan kertas bisa dijadikan beragam bentuk barang agar tampil indah menghiasi ruang kehidupan manusia.

Konon di negeri ini ada peraturan yang dibuat, agar manusia tidak membuang sampah sembarangan. Tapi bagi sebagian orang “aturan dibuat untuk dilanggar”. Lantas bagaimana dengan mendirikan mushola, langgar, atau surau? Bukankah fungsinya sama sebagai tempat untuk beribadah. Dan hidup pun juga untuk beribadah. Sederhananya, apabila undang-undang, peraturan, atau apapun bentuknya dibuat agar manusia lebih khusyuk untuk mengabdi pada masyarakat dan lingkungannya, serta kepada Allah. Semuanya akan beres. Lain hal kalau yang terjadi adalah penghianatan terhadap sesuatu yang dibuatnya.