Dec 27, 2016

Miring 14 Derajat

Perjalanan ke Pulau Pramuka hari ini  (25/12/2016) berlaku seperti biasanya. Beranjak dari dermaga, perilaku ombak dan posisi kapal melaju dalam keadaan yang tenang.

Di seperempat jalan, ada pesan masuk yang menganjurkan untuk tidak duduk di pinggir dek kapal, karena angin barat membuat perilaku ombak bergerak sangat dinamis. Sampai pesan itu selesai dibaca, masih belum punya imajinasi mengenai situasi yang akan terjadi, hanya mengukur keadaan dengan akumulasi dari pengalaman pulang-pergi Pulau Pramuka - Dermaga Kali Adem.


Melewati perairan Untung Jawa, atmosfir para penumpang di dalam kapal mendadak religius. Saat berlangsung kejadian ini segera saya kirim pesan balasan : "baru berasa". Ombak diperjalanan  mengayun kapal ke kiri dan ke kanan, sampai kemiringan 14 derajat. Suara ringkih kerangka kayu di dalam kapal sampai membayangkan keadaan : apa yang terjadi kalau kapal yang berayun ini membuat kerangka kayu melewati batas kelenturannya? Satu-dua anak terlihat dalam dekapan ibunya untuk ditenangkan. Fi qororin makin, kasih sayang itu membuat kokoh. Para orang dewasa yang duduk di kanan-kiri dek kapal segera langsung masuk ke dalam untuk mengenakan life jacket. Berasa mesti menyiapkan akhir yang baik dari perjalanan ini — sebab segala kemungkinan bisa menyergap tanpa diduga.

Dari jendela kaca di sisi belakang ruang kemudi, terlihat aktivitas kapten terlihat biasa saja. Tidak ada himbauan apapun kepada para penumpang. Pada setiap putaran kemudi menyimpan tanggung jawab yang berat pada keselamatan penumpang. Tampaknya kapten sangat paham dengan situasi. Sehingga perjalanan terus dilanjut menerjang ombak yang pada detik-detik tak terduga kapal tak berhenti barayun hingga menggeser posisi duduk para penumpang. Perjalanan terasa panjang dan ingin segera sampai ke daratan. Pukul 10.57 WIB, Alhamdulillah iradah hari ini memperkenankan kapal bersandar di dermaga Pulau Pramuka.

***

Berlayar itu perjalanan yang tak ringan, meskipun laut itu luas ternyata tak sembarangan kemudi kapal diarahkan. Banyak hal yang mesti dikuasai untuk menjadi seorang nahkoda sebuah kapal. Ia mesti mengerti arah angin bertiup, gerak ombak, membaca mata angin, membaca peta, menentukan haluan, dan segala hal gerak perilaku alam. Semua dipertimbangkan untuk mengambil keputusan yang presisi agar kapal berada di jalur yang tepat. Ia nahkoda adalah juga seorang hakim, juga seorang mualim, yang harus mengambil keputusan untuk lanjut atau menghentikan perjalanan, berbalik arah atau berpindah arah. Setiap keputusan yang diambil supaya keselamatan penumpang di dalam kapal terjaga dengan baik. Apa itu sebabnya, rumah tangga analog dengan bahtera yang mengarungi samudera ?