07 Agustus 2010
Waktu sudah mendekati adzan subuh. Kembali saya merasakan ada kehadiran orang ketiga diantara kami berdua. Ada seorang pemuda yang hampir membangunkan teman saya fadil, namun sebelum orang itu menyentuh tubuh teman saya, saya segera terjaga dan akhirnya kebangkitan saya mengejutkan pemuda tersebut. Pemuda itu langsung mengatakan, “sebentar lagi subuh”. Saya jawab, “oh ya, terima kasih..”. inilah keuntungan menginap di Hotel Bulan Bintang.
Selesai melaksanakan shalat subuh, kami menyegarkan tubuh dengan menyetubuhi air di pagi hari yang sejuk. Seorang pemuda menghampiri kami berdua dan bertanya,
- “dari mana?”.
- Kami jawab, “ dari jakarta”.
- “mau kuliah disini?”, tanya pemuda.
- “nggak, kami mau bertemu teman?’
- “kalau masih lelah istirahat lagi aja”
- “iya, terima kasih”
- “kalau penginapan yg murah dimana ya?”, basa-basi dikit biar keren,ckckck.
- “wah saya juga ngga tw, soalnya saya juga perantau”, jawab pemuda yang
ternyata adalah pengurus masjid dan saya duga dia adalah seorang mahasiswa.
Pernjalanan selanjutnya yaitu melanjutkan pencarian saudara Andri yang belum tahu dimana keberadaannya. Langkah pertama diawali dari masjid menuju Jln. Outer Ring Road Utara, dengan suasana ruang alam yang hening membiru ditambah sekelibat suara menderu kendaraan bermotor yang melintas tanpa permisi. Kini penghayatan perjalanan tanpa disadari kami sudah sampai di Jln. Kaliurang.
Efek mogok makan semalam sepertinya masih terasa di pagi hari ini. Sambil berjalan kami mencari warung yang sekiranya dapat mengobati rasa sakit yang tak putus menyaring rengkingnya memesan rasa lapar. Tapi tidak satupun warung yang kami singgahi di sepanjang Jln. Kaliurang. Setiap kali mendekat ke warung makan selalu saja gagal, mungkin karena saudara Andri telah mengirimkan telepati atas penderitaannya.
Memang rencana Allah itu indah. Telepon genggam saya berdering dan segera saya angkat.
“Kar ada dimana?”, teman saya Andri bertanya dengan suara penuh harap.
“Lagi di depan fakultas vokasi UGM cul(cul: panggilan kemesraan diantara kami bertiga berasal dari kata ‘bacul’) , kenapa?”
“Jemput ane kar, uang ane udah habis nih”,
“Iya cul, ane segera kesana, antum tunggu aja di stasiun”
Pecakapan saya dan Andri Yusuf Setiawan berakhir. Saya beritahu fadil, kalau Andri sekarang sudah sampai di Stasiun Lempuyangan. Saya dan Fadil sepakat untuk meredam niat untuk makan pagi sebelum bertemu dengan suadara Andri.
Karena waktu yang kami miliki terbatas maka kami berniat untuk naik kendaraan umum untuk mencapai Stasiun Lempuyangan. Selama dua puluh menit kami menunggu bus tapi tak kunjung datang. Ya sudah, pada akhirnya kami keluarkan jurus andalan kami yaitu jalan kaki. Jalan kaki adalah sebuah keistimewaan buat kami bertiga: Saya, Fadil, dan Andri. Bahkan kami sudah menjadi gelandangan di kampung sendiri. Jalan kaki membuat sebuah kemesraan yang begitu mendalam, dengan jalan kaki kami melatih kepekaan hati pada lingkungan sekitar, dengan jalan kaki kami bersawang sinawang(Pada sisi positif, sawang sinawang mengandaikan empati antar manusia pihak dalam pergaulan) bagaimana menjadi kaum fakir, dan dengan jalan kaki kami dapat mengingat Allah sembari menghayati nikmat yang saya dan anda, pun tidak dapat menghitung secara runtut kesuluruhan nikmat-Nya.
Kalau dalam ilmu fisika kami melakukan perpindahan s = nol, maka tidak ada usaha yang kami kerjakan karena kami kembali ketitik semula. Tapi rasa letih kami terobati setelah melihat senyum saudara Andri yang sampai dengan selamat di bumi Yogyakarta. Dan tujuan kami-pun dapat menyatukan kami bertiga.
Sebelum melanjutkan ekspedisi Seindah Matahari, kami yang kini bertiga melakukan pengisian energi terlebih dahulu dengan sarapan pagi. Makan perdana kami di bumi Yogya adalah menyantap nasi kucing alias nasi rakyat yang murah meriah pas untuk ukuran kami bertiga. Pas: itu yang ideal menurut semua agama. Artinya, keadaan pas-lah yang paling menjamin kebahagiaan.
Perjalanan Seindah Matahari I
Perjalanan Seindah Matahari II
Perjalanan Seindah Matahari III
Jalan Sunyi