Jan 20, 2013

Jakarta Akan Terus Banjir


Ini bukan ramalan tapi melamunkan kemungkinan yang  akan terjadi. Hujan yang turun akhir-akhir ini tidak bisa didakwa oleh siapapun sebab amanatnya memang harus turun. Dan bumi sangat memerlukan asupan elektron untuk menjaga metabolisme kesetimbangannya, hujan berperan sebagai media untuk mengantarkan dipole-dipole ke bumi.  Untuk itu saya tidak kuasa untuk berdoa agar Allah menghentikan hujan ini, yang saya panjatkan adalah hanya sebatas hamba yakni minta izin untuk melewati hujan. Sebab manusia yang mesti beradabtasi oleh hukum kausalitas Allah.


Banjir Jakarta kali ini sampai kapanpun sepenuhnya bukan salah hujan, sebab ia mahluk Allah yang tunduk dan patuh untuk menjalankan amanat-Nya. Kalau boleh saya jujur, setiap datangnya hujan saya sangat bahagia sebab ia selalu menciptakan gelombang gemericik yang mampu mengsi ruang-ruang kosong dalam relung batin. Apa yang terjadi hari ini, merupakan cerminan dari pembangunan. Dimana pembangunan tidak selaras dengan kata pembangunan itu sendiri. Kalau pembangunan dikelola secara manajamen proyek dan keuntungan perut, jadinya ya bencana. Sebab yang paling utama dalam pembangunan adalah nilai-nilai kemanusian agar pembangunan berbanding lurus dengan adab dan peradaban.
Rakyat ini menyerahkan amanah ke para penggede negara untuk mengamankan tiga hal yaitu mengamankan nyawa rakyat,  melindungi martabat, dan melindungi harta benda. Namun, yang terjadi hari ini adalah peristiwa-peristiwa pemerintahan yang sangat menghina akal sehat, dan sangat menghina martabat kemanusian.

Beberapa kali saya melewati jalan yang digenangi banjir yang cukup tinggi sekitar 50 – 80 cm, untuk kendaran motor yang saya bawa hal ini bisa menyebabkan mesin mati. Ada banyak orang di jalan yang memberikan informasi diluar dari kenyataan, hal ini yang membuat psikologi pengendara motor memilih untuk balik arah. Untuk balik arah para pengendara motor harus melewati trotoar pembatas yang cukup tinggi, kondisi seperti ini agak sulit untuk dilakukan sendiri. Saya perhatikan memang ada banyak orang yang mencoba membantu untuk mengangkat, tapi ternyata hal ini tidak gratis.

Awalnya saya merasa senang orang-orang di jalan membantu para pengendara untuk mengarahkan kendaraannya ke tempat yang aman. Tapi semuanya menjadi takhayul, ada sedikit orang tapi lumayan banyak yang memanfaatkan kondisi ini untuk meraup keuntungan semata. Kalau uang sudah menjadi komoditas tujuan hidup setiap orang, hal ini sudah sangat membahayakan. Peperangan yang terjadi di dunia salah satu penyebab utamanya adalah ekonomi yakni ingin menguasai sumber daya yang tidak dimilikinya. Peristiwa yang lumrah seperti tolong menolong tidak dijadikan nilai tertinggi. Kini apakah harus nyata bahwa manusia tidak lagi punya perhatian yang jujur pada keindahan, kebaikan, dan kebenaran. Haruskah kita menipu diri dengan globalisasi, Akhirat dijadikan dunia dan kita harus tertipu oleh yang nyatanya dunia malah kita anggap akhirat.

Banjir yang terjadi minggu-minggu ini bisa jadi adalah penguji bagi umat manusia. Bisakah ia dalam penderitaanya untuk tetap setia kepada nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kejujuran. Saya agak kurang optimis kalau banjir tidak akan datang lagi jika kita sebagai manusia tidak memperbaiki diri, setidaknya kita mampu melihat sebuah kejernihan untuk menjadikan akhirat sebagai tujuan yang utama dalam hidup dan dunia hanya sekedar lauk pauk atau asesoris. Pembangunan infrastruktur untuk mengatasi banjir juga harus dilakukan tapi kata pembangunan itu juga harus selaras dengan pembangunan manusia yang beradab untuk membangun peradaban. Di dunia kita bekerja, mencari nafkah, bangun infrastruktur, itu bukan menjadi tujuan tapi itu adalah alat untuk bertahan sebelum Allah memindahkan kita kepada tujuan sebenarnya yaitu kematian.

Saya sangat optimis jika di dalam banjir yang terjadi kali ini muncul sifat-sifat yang alamiah sebagai seorang manusia yakni tolong menolong tanpa menuntut upah dari peristiwa itu. InsyaAllah siapapun yang membuat aman dan saling mengamankan, maka Allah sangat menilai hal itu. Bisa berupa kompensasi untuk meredakan hujan dihulu atau hal-hal yang mungkin kita tidak mampu perhitungkan.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Al-Qoshos : 77.

Allah sudah memberikan segala perangkat kepada umat manusia mulai dari kebutuhan jasmani, kebutuhan intelektual, kebutuhan lainnya. Berbuat baiklah kepada orang lain, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita. Dan di dalam anugerah yang telah Allah berikan kepada manusia, kita diperintahkan untuk mencari segala sesuatunya, yakni Addarul akhirah, negeri atau kehidupan akhirat. Sangat jelas bahwa orientasi hidup yang sesungguhnya adalah akhirat, namun juga tidak melupakan dunia.

Sedia Payung Sebelum Hujan

Masih ingat dengan kalimat indah “Sedia Payung sebelum Hujan”. Dari SD kata-kata ini mungkin sudah kita hafal. Saya baru menyadari bahwa asumsi dari kalimat itu ternyata sangat merugikan bagi proses pencerdasan bangsa dan melemahkan etos kekhalifahan. Sebab yang diasumsikan oleh kalimat itu adalah seolah-olah hujan adalah ancaman. Payunglah yang menjadi terapinya. Hingga akhirnya kita terdidik untuk mencari perlindungan, santunan, nderekan, atau cantolan.  Mahasiswa terdidik untuk mendapatkan upah, bukan untuk menciptakan upah.

Apakah mungkin di dalam hidup ini berlangsung tanpa adanya Hujan. Hujan dan kemarau tergenggam di tangan etos kehalifahan manusia yang memimpin bumi. Hujan deras memang akan mengguyur bumi kita. Hujan memiliki sifat yang memberangkatkan. Sebagaimana Benih diberangkatkan menjadi kecambah. Air yang turun akan mencari biji-bijian untuk diberangkatkan menjadi tanaman yang tangguh dan mengakar secara utuh. Tapi hari ini sekedar untuk mencari resapan saja air tidak diberikan jalan, apalagi mencari biji-bijian. Kita sangat gagap ketika hujan datang, sebab hanya mempsosisikan hujan sebagai ancaman. Bukan sebagai mahluk Allah yang saling bekerja sama untuk menciptakan kesimbangan metabolisme alam.

Diakhir saya ingin tutup dengan sebuah ayat Al-Quran yakni surat Al-Hadid ayat 20. Semoga mampu memberikan hikmah kepada kita semua.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”Al-Hadid:20.