Nov 18, 2014

Ampas Cahaya

Dalam fisika, cahaya bisa bersifat sebagai partikel dan sekaligus bisa bersifat sebagai gelombang. Pada kehidupan, semua  yang bisa terlihat indera bisa dikategorikan sebagai cahaya yang sifatnya partikel atau material, seperti : uang, kartu Pintar, jabatan, bensin, tanah, mobil, dan segala macam yang bisa diindera.  Apabila hidup hanya berakhir pada kepemilikan terhadap cahaya sebagai partikel, artinya ketika nanti meninggal, semua material itu tidak bisa dibawa dan tidak mungkin berjodoh dengan cahaya sebagai gelombang yang sejati.Tanah, uang adalah bentuk cahaya sebagai partikel yang mutunya hanya sebagai kerak cahaya, namun ketika tanah dihijrahkan untuk jadi batu-bata, genting, processor untuk kemudian digunakan dalam budaya kehidupan manusia yang bermanfaat dunia-akhirat maka itu menjadi gelombang cahaya yang sejati.  Ampasnya Cahaya adalah mengorientasikan kehidupan untuk mengejar sesuatu yang derajatnya lebih rendah dari subjek yang melakukan pekerjan itu. Manusia itu ahsani taqwim, tapi ia sangat dekat dengan kemungkin switch menjadi asfala safilin. Begitu mati-matian manusia-manusia modern mengejar kerak cahaya, sehingga salah sangka pada dunia-akhirat. Dunia seolah kutub yang terpisah dari akhirat. Kalau mengejar akhirat mengira tidak akan mendapatkan dunia. Kenapa kebudayaan kita  harus mengejar sesuatu yang lebih rendah derajatnya dari manusia masterpiece Allah?


Semakin hari semua bergerak meninggalkan keindahan, tidak jujur pada rohani kepribadian manusia, langkah-langkah mulai meninggalkan kebaikan, tidak percaya pada kebenaran, hingga akhirnya transaksi (apapun) yang terjadi jauh dari keadilan dan melahirkan eksploitasi yang berujung untuk buat jalan pintas mendapatkan keuntungan. Kalau laba tetap menjadi keuntungan meskipun ada pihak yang tersakiti.

Sampai hari ini belum bisa saya pahami ungkapan "time is money". Dari khazanah kebudayaan manakah kalimat itu berasal? Rasanya kebudayaan melayu, bugis, jawa, minang, madura tidak mengajarkan petuah yang sedangkal itu. Orang-orang modern memandang : manusia hanya terdefinisi dari seberapa besar jumlah uangnya. Laba ekonomi yang menanggalkan kemanusiannya, akan melahirkan iri dan dengki. Laba ekonomi yang menjauhkan nilai-nilai sosial, pasti melahirkan kesenjangan. Laba ekonomi yang angkuh terhadap budaya, tidak akan melahirkan betapa indahnya silaturahim.

Kalau setiap tetes keringat adalah laba, maka siapapun punya hak untuk dihargai karena jerih payahnya bukan karena status sosialnya maupun gelar yang disandangnya. Kebaikan sereceh apapun yang dikerjakan, maka itu adalah laba. Tidak berhak bagi siapapun menyepelekan kebaikan seberat atom. Famayya'mal mitsqoola dzarrotin khoyroyyaroh. Wamayya'mal mitsqoola dzarrotin syarroyyaroh

Peradaban hendak bergerak kemana. Kenapa toko-toko buka 24 jam, orang-orang bergerak dan bekerja lebih keras di mal-mal, kantor-kantor, dan pabrik-pabrik. Apakah air kehidupan yang sedang kita bangun bisa dipakai untuk berwudhu? Selamatkah segala aktifitas kita dihadapan Allah?