Puisi "Lautan Jilbab" adalah puisi dadakan Emha Ainun Nadjib saat diminta tampil pada acara "Ramadhan in Campus" jamaah shalahudin UGM tahun 1987. Emha diminta membacakan puisi bersama penyair Taufiq Ismail.
Saat itu Emha baru saja kembali dari pengembaraan panjangnya dari negeri Belanda. Untuk pertama kalinya ia harus kembali tampil baca puisi, sehingga ia masih sedikit "asing" dengan audiens Indonesia.
Emha selalu punya kebiasaan untuk hanya membacakan puisi baru setiap tampil. Sehingga pada acara "Ramadhan in Campus" ia mencoba menuliskan puisi baru. "Tetapi saya tidak bisa menciptakan puisi" kata Emha, "hanya Tuhan yang sanggup menciptakan, manusia hanya menemukan"
"Jilbab sekedar salah satu sudut di wajah kaum muslimin : kita tidak boleh berhenti pada permukaan wajah, karena itu kita harus memasuki lebih dalam kandungan subtantifnya, guratan wajah atau sorot mata hanya penggejala suara jiwa seseorang"
berikut ini puisi "Lautan Jilbab", yang konon dibuat untuk menyemangati perjuangan menentang pelarangan jilbab di institusi-institusi pendidikan, pemerintahan, swasta di negeri ini :
Para malaikat Allah tak
bertelinga,
tapi mereka mendengar suara
nyanyian beribu-ribu jilbab
Para malaikat Allah tak memiliki
mata,
tapi mereka menyaksikan derap
langkah beribu jilbab
Para malaikat Allah tak punya
jantung,
tapi sanggup mereka rasakan degub
kebangkitan jilbab
yang seolah berasal dari dasar
bumi
Para malaikat Allah tak memiliki
bahasa dan budaya,
tapi dari galaksi mereka
seakan-akan terdengar suara:
ini gerakan tidak main-main!
ini lebih dari sekedar kebangkitan
sepotong kain!
Para malaikat Allah seolah sedang
bercakap-cakap di
antara mereka :
kebudayaan jilbab itu,
bersungguh-sungguhkah mereka?
Sedemikian pentingkah gerakan
jilbab di negeri itu?
O, sama pentingnya dengan
kekecutan hati semua kaum
yang tersingkir,
sama pentingnya dengan
keputusasaan kaum gelandangan,
sama pentingnya dengan kematian
jiwa orang-orang malang
yang dijadikan alas kaki sejarah
Bagaimana mungkin ada kelahiran
di bawah injakan kaki Dajjal?
bagaimana mungkin muncul
kebangkitan dari rantai
belenggu kejahiliyahan?
O, kelahiran sejati justru dari
rahim kebobrokan,
kebangkitan yang murni justru
dari himpitan-himpitan
alamkah yang melahirkan gerakan
itu atau manusia?
wahai..., alam dalam diri
manusia.
Alam tak boleh benar-benar takluk
oleh setajam apapun
pedang peradaban manusia,
alam tak diperkenankan
sungguh-sungguh
tunduk di bawah kelicikan
tuan-tuannya
Apakah burung-burung ababil akan
menabur dari langit
untuk menyerbu para gajah yang
durjana?
wahai..., burung-burung ababil
melesat keluar dari
kesadaran pikiran anak-anak muda
itu,
dari dzikir jiwa dan kepalan
tangan mereka
Para malaikat Allah yang
jumlahnya tak terhitung,
berseliweran melintas-lintas ke
berjuta arah di seputar bumi
Para malaikat Allah yang amat
lembut sehingga seperjuta atom
tak sanggup menggambarkannya
Para malaikat Allah yang besarnya
tidakk terkirakan
oleh matematika ilmu manusia
sehingga seluruh jagat
raya ini disangga di telapak
tangannya
Tergetar, tergetar sesaat, oleh
raungan sukma dari bumi
Para malaikat Allah seolah
bergemeremang bersahut-
sahutan di antara mereka
apa yang istimewa dari kain yang
dibungkuskan di kepala mereka?
O, hanya ketololan yang menemukan
jilbab sekedar
sebagai pakaian badan
lihatlah perlahan-lahan makin
banyak manusia yang memakai jilbab,
lihatlah kaum lelaki memakai
jilbab diakalnya
lihatlah rakyat memakai jilbab di
fikirannya
lihatlah ummat-ummat memakai
jilbab di dalam kebudayaannya
lihatlah, Siapapun saja yang
memerlukan perlindungan,
yang memerlukan genggaman
keyakinan,
yang memerlukan cahaya pedoman,
lihatlah mereka semua berjilbab
Adakah jilbab itu semacam
tindakan politik, semacam
perwujudan agama,
atau pola perubahan kebudayaan?
Para malaikat Allah yang bening
bagai cermin segala cermin,
seolah memantulkan suara-suara:
Jilbab ini lagu sikap kami, tinta
keputusan kami,
langkah-langkah dini perjuangan
kami
jilbab ini surat keyakinan kami,
jalan panjang belajar kami,
proses pencarian kami
jilbab ini percobaan keberanian
di tengah pendidikan ketakutan yang tertata dengan rapi
jilbab ini percikan cahaya dari
tengah kegelapan,
alotnya kejujuran di tengah
hari-hari dusta
jilbab ini eksperimen kelembutan
untuk meladeni jam-jam brutal dari kehidupan
jilbab ini usaha perlindungan
dari sergapan-sergapan
Dunia entah macam apa, menyergap
kami
sejarah entah ditangan siapa,
menjaring kami
kekuasaan entah dari napsu apa,
menyerimpung kami
kerakusan dengan ludah
berbusa-busa, mengotori wajah kami
langkah kami terhadang, kaki kami
terperosok di
pagar-pagar jalan protokol
peradaban ini
buku-buku pelajaran memakan kami
tontonan dan siaran melahap kami
iklan dan barang jualan
menggiring kami
panggung dan meja-meja birokrasi
mengelabui kami
mesin pembodoh kami sangka bangku
sekolah
ladang-ladang peternakan kami
sangka rumah ibadah
mulut kami terbungkam, mata kami
nangis darah
Hidup adalah mendaki pundak
orang-orang lain
hari depan ialah menyuap, disuap,
menyuap, disuap
kalau matahari terbit kami
sarapan janji
kalau matahari mengufuk, kami
dikeloni janji
kalau pagi bangkit, kami
ditidurkan
ketika hari bertiup, kami
dininabobokan
kaum cerdik pandai suntuk mencari
permaafan atas segala kebobrokan
kaum ulama sibuk merakit
ayat-ayat untuk kepentingan mereka
para penyair pahlawan berkembang
menjadi pengemis
tidak ada perlindungan bagi
kepala kami yang ditaburi virus-virus
tak ada perlindungan bagi akal
pikiran kami yang dibonsai
tak ada perlindungan bagi hati
nurani kami
yang dipanggang diatas tungku api
congkak kekuasaan
tungku api kekuasaan yang halus,
lembut dan kejam
Tak ada perlindungan bagi iman
kami yang dicabik-cabik
dengan pisau-pisau beracun
tak ada perlindungan bagi
kuda-kuda kami yang digoyahkan
oleh keputusan sepihak yang
dipaksakan
tak ada perlindungan bagi akidah
kami
yang ditempeli topeng-topeng,
yang dirajam, dimanipulir oleh rumusan-rumusan palsu yang memabukkan
tak ada perlindungan bagi
padamnya matahari
hak kehendak kami yang diranjau
maka inilah jilbab. inilah
jilbab!
Ini furqan, pembeda antara haq
dan bathil
jarak antara keindahan dengan
kebusukan
batas antara baik dan buruk,
benar dan salah
kami menyarungkan keyakinan
dikepala kami
menyarungkan pilihan, keputusan,
keberanian dan
istiqamah, dinurani dan jiwaraga
kami
Ini jilbab ilahi rabbi, jilbab
yang mengajarkan ilmu
menapak dalam irama
ilmu untuk tidak tergesa, ilmu
tak melompati waktu dan batas realitas
ilmu bernapas setarikan demi
setarikan,
selangkah demi selangkah,
hikmah demi hikmah
rahasia demi rahasia,
kemenangan demi kemenangan
Para malaikat Allah yang lembut
melebihi kristal,
Para malaikat Allah yang suaranya
tak bisa didengarkan oleh segala macam telinga,
berbisik-bisik di antara mereka :
Wahai! anak-anak tiri peradaban!
anak-anak jadah
kemajuan dan perkembangan!
anak-anak yatim sejarah, sedang
menghimpun akal sehat
menabung hati bening, menerobos
ke masa depan yang kasat mata
lautan jilbab! lautan jilbab!
gelombang perjuangan,
luka pengembaraan, tak mungkin
bisa dihentikan
wahai! sunyi telah memulai
bicara!