Jan 30, 2015

Lautan Jilbab

Puisi "Lautan Jilbab" adalah puisi dadakan Emha Ainun Nadjib saat diminta tampil pada acara "Ramadhan in Campus" jamaah shalahudin UGM tahun 1987. Emha diminta membacakan puisi bersama penyair Taufiq Ismail.

Saat itu Emha baru saja kembali dari pengembaraan panjangnya dari negeri Belanda. Untuk pertama kalinya ia harus kembali tampil baca puisi, sehingga ia masih sedikit "asing" dengan audiens Indonesia.

Emha selalu punya kebiasaan untuk hanya membacakan puisi baru setiap tampil. Sehingga pada acara "Ramadhan in Campus" ia mencoba menuliskan puisi baru. "Tetapi saya tidak bisa menciptakan puisi" kata Emha, "hanya Tuhan yang sanggup menciptakan, manusia hanya menemukan"

"Jilbab sekedar salah satu sudut di wajah kaum muslimin : kita tidak boleh berhenti pada permukaan wajah, karena itu kita harus memasuki lebih dalam kandungan subtantifnya, guratan wajah atau sorot mata hanya penggejala suara jiwa seseorang" 

berikut ini puisi "Lautan Jilbab", yang konon dibuat untuk menyemangati perjuangan menentang pelarangan jilbab di institusi-institusi pendidikan, pemerintahan, swasta di negeri ini :


Para malaikat Allah tak bertelinga,
tapi mereka mendengar suara nyanyian beribu-ribu jilbab

Para malaikat Allah tak memiliki mata,
tapi mereka menyaksikan derap langkah beribu jilbab

Para malaikat Allah tak punya jantung,
tapi sanggup mereka rasakan degub kebangkitan jilbab
yang seolah berasal dari dasar bumi

Para malaikat Allah tak memiliki bahasa dan budaya,
tapi dari galaksi mereka seakan-akan terdengar suara:
ini gerakan tidak main-main!
ini lebih dari sekedar kebangkitan sepotong kain!
Para malaikat Allah seolah sedang bercakap-cakap di
antara mereka :
kebudayaan jilbab itu, bersungguh-sungguhkah mereka?
Sedemikian pentingkah gerakan jilbab di negeri itu?

O, sama pentingnya dengan kekecutan hati semua kaum
yang tersingkir,
sama pentingnya dengan keputusasaan kaum gelandangan,
sama pentingnya dengan kematian jiwa orang-orang malang
yang dijadikan alas kaki sejarah
Bagaimana mungkin ada kelahiran di bawah injakan kaki Dajjal?
bagaimana mungkin muncul kebangkitan dari rantai
belenggu kejahiliyahan?

O, kelahiran sejati justru dari rahim kebobrokan,
kebangkitan yang murni justru dari himpitan-himpitan
alamkah yang melahirkan gerakan itu atau manusia?

wahai..., alam dalam diri manusia.
Alam tak boleh benar-benar takluk oleh setajam apapun
pedang peradaban manusia,
alam tak diperkenankan sungguh-sungguh
tunduk di bawah kelicikan tuan-tuannya

Apakah burung-burung ababil akan menabur dari langit
untuk menyerbu para gajah yang durjana?
wahai..., burung-burung ababil melesat keluar dari
kesadaran pikiran anak-anak muda itu,
dari dzikir jiwa dan kepalan tangan mereka

Para malaikat Allah yang jumlahnya tak terhitung,
berseliweran melintas-lintas ke berjuta arah di seputar bumi
Para malaikat Allah yang amat lembut sehingga seperjuta atom
tak sanggup menggambarkannya

Para malaikat Allah yang besarnya tidakk terkirakan
oleh matematika ilmu manusia sehingga seluruh jagat
raya ini disangga di telapak tangannya
Tergetar, tergetar sesaat, oleh raungan sukma dari bumi

Para malaikat Allah seolah bergemeremang bersahut-
sahutan di antara mereka
apa yang istimewa dari kain yang dibungkuskan di kepala mereka?
O, hanya ketololan yang menemukan jilbab sekedar
sebagai pakaian badan
lihatlah perlahan-lahan makin banyak manusia yang memakai jilbab,
lihatlah kaum lelaki memakai jilbab diakalnya
lihatlah rakyat memakai jilbab di fikirannya
lihatlah ummat-ummat memakai jilbab di dalam kebudayaannya
lihatlah, Siapapun saja yang memerlukan perlindungan,
yang memerlukan genggaman keyakinan,
yang memerlukan cahaya pedoman,
lihatlah mereka semua berjilbab

Adakah jilbab itu semacam tindakan politik, semacam
perwujudan agama,
atau pola perubahan kebudayaan?
Para malaikat Allah yang bening bagai cermin segala cermin,
seolah memantulkan suara-suara:
Jilbab ini lagu sikap kami, tinta keputusan kami,
langkah-langkah dini perjuangan kami
jilbab ini surat keyakinan kami, jalan panjang belajar kami,
proses pencarian kami
jilbab ini percobaan keberanian di tengah pendidikan ketakutan yang tertata dengan rapi
jilbab ini percikan cahaya dari tengah kegelapan,
alotnya kejujuran di tengah hari-hari dusta
jilbab ini eksperimen kelembutan untuk meladeni jam-jam brutal dari kehidupan
jilbab ini usaha perlindungan dari sergapan-sergapan
Dunia entah macam apa, menyergap kami
sejarah entah ditangan siapa, menjaring kami
kekuasaan entah dari napsu apa, menyerimpung kami
kerakusan dengan ludah berbusa-busa, mengotori wajah kami
langkah kami terhadang, kaki kami terperosok di
pagar-pagar jalan protokol peradaban ini
buku-buku pelajaran memakan kami
tontonan dan siaran melahap kami
iklan dan barang jualan menggiring kami
panggung dan meja-meja birokrasi mengelabui kami
mesin pembodoh kami sangka bangku sekolah
ladang-ladang peternakan kami sangka rumah ibadah
mulut kami terbungkam, mata kami nangis darah

Hidup adalah mendaki pundak orang-orang lain
hari depan ialah menyuap, disuap, menyuap, disuap
kalau matahari terbit kami sarapan janji
kalau matahari mengufuk, kami dikeloni janji
kalau pagi bangkit, kami ditidurkan
ketika hari bertiup, kami dininabobokan
kaum cerdik pandai suntuk mencari permaafan atas segala kebobrokan
kaum ulama sibuk merakit ayat-ayat untuk kepentingan mereka
para penyair pahlawan berkembang menjadi pengemis

tidak ada perlindungan bagi kepala kami yang ditaburi virus-virus
tak ada perlindungan bagi akal pikiran kami yang dibonsai
tak ada perlindungan bagi hati nurani kami
yang dipanggang diatas tungku api congkak kekuasaan
tungku api kekuasaan yang halus, lembut dan kejam
Tak ada perlindungan bagi iman kami yang dicabik-cabik
dengan pisau-pisau beracun
tak ada perlindungan bagi kuda-kuda kami yang digoyahkan
oleh keputusan sepihak yang dipaksakan
tak ada perlindungan bagi akidah kami
yang ditempeli topeng-topeng, yang dirajam, dimanipulir oleh rumusan-rumusan palsu yang memabukkan
tak ada perlindungan bagi padamnya matahari
hak kehendak kami yang diranjau
maka inilah jilbab. inilah jilbab!

Ini furqan, pembeda antara haq dan bathil
jarak antara keindahan dengan kebusukan
batas antara baik dan buruk, benar dan salah
kami menyarungkan keyakinan dikepala kami
menyarungkan pilihan, keputusan, keberanian dan
istiqamah, dinurani dan jiwaraga kami
Ini jilbab ilahi rabbi, jilbab yang mengajarkan ilmu
menapak dalam irama
ilmu untuk tidak tergesa, ilmu tak melompati waktu dan batas realitas
ilmu bernapas setarikan demi setarikan,
selangkah demi selangkah,
hikmah demi hikmah
rahasia demi rahasia,
kemenangan demi kemenangan

Para malaikat Allah yang lembut melebihi kristal,
Para malaikat Allah yang suaranya tak bisa didengarkan oleh segala macam telinga,
berbisik-bisik di antara mereka :
Wahai! anak-anak tiri peradaban! anak-anak jadah
kemajuan dan perkembangan!
anak-anak yatim sejarah, sedang menghimpun akal sehat
menabung hati bening, menerobos ke masa depan yang kasat mata
lautan jilbab! lautan jilbab! gelombang perjuangan,
luka pengembaraan, tak mungkin bisa dihentikan
wahai! sunyi telah memulai bicara!