Bismillah-irrahman-irrahim
“ Innâ fatahnâ laka fat-han mubînâ (sesungguhnya Kami memberikan
kepadamu kemenangan yang nyata)” (48:1)
Ayat
diawal tulisan ini dibaca oleh Rasulullah pada peristiwa Fathu Makkah, sambil
membaca surah al-Fath Rasulullah memasuki kota makkah dengan menundukan kepalanya.
Peristiwa pembebasan kota makkah disebabkan ketika perjanjian Hudaibiyah dikhianati oleh kaum makkah
atas permintaan Banu Bakr untuk membereskan perselisihan dengan suku Khuza’a
yang bergabung kepada kaum Makkah. Padahal dalam perjanjian hudaibiyah disepakati selama sepuluh
tahun kedua pihak (kaum muslimin dan kaum kufar) tidak akan berperang yang satu
terhadap yang lain, kecuali jika satu pihak melanggar perjanjian dengan
menyerang yang lain.
Atas
pengkhianatan perjanjian hudaibiyah,
Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan senjata dan perlengkapan
perang. Rasulullah mengajak semua sahabat untuk menyerang Makkah. Sepuluh ribu
sahabat bergerak menuju makkah dan siap
untuk perang. Setelah sampai disebuah tempat bernama Marra Dhahraan yang dekat dengan makkah, Rasulullah memerintahkan
pasukan untuk membuat api-api unggun. Dan umar radhiyallahu ‘anhu ditunjuk
sebagai penjaga. Tampak kesan gemuruh api dalam kesunyian dan kegelapan malam
itu terasa dahsyat dan mengerikan.
Pada
tanggal 17 Ramadhan 8 H Rasulullah memasuki kota makkah. Setiap kabilah membawa
bendera, Sa’ad bin Ubadah yang membawa bendera anshar berkata “hari ini adalah
hari pembantaian. Hari dihalalkannya tanah al haram”
Kita
semua pasti pernah mendengar kisah bagaimana kezamnya kaum kufar terhadap
Rasulullah dan para sahabat ketika di mekah sebelum hijrah ke madinah. Orang-orang
muslim pernah dinistakan dan dipukuli di lorong-lorong makkah dan harta mereka
dirampas serta diusir dari rumah mereka. Bilal salah satu diantara para sahabat
yang pernah menjadi bulanan-bulanan kaum kufar, diseret di sepanjang jalan
dengan tali yang diikatkan pada kakinya. Saat itu makkah tidak memberi keamanan
kepada Bilal, melainkan hanya derita dan kehinaan. Tentu ini bisa menjadi alasan
untuk melakukan apa yang telah diucapkan oleh Sa’ad bin Ubadah “hari ini adalah
hari pembantaian”
Abu
Sufyan yang mendengar pernyataan Sa’ad, segera menghadap Rasulullah dan
menyampaikan perkataan Sa’ad. Rasulullah menjawab “Apa yang dikatakan oleh Sa’ad
salah sekali. Hari ini bukan hari pembantaian. Hari ini adalah hari pengampunan.
Kaum Quraisy dan Ka’bah akan dimuliakan oleh Allah”
"Inna hadzal yaum laisa yaumul malhamah,
walakinna hadzal yaum yaumul marhamah, wa antumuth-thulaqa. Sesungguhnya hari
ini bukanlah hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang, Dan kalian adalah orang-orang yang
memperoleh kebebasan” Demikian subtansi khutbah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam pada peristiwa fathul makkah.
Peristiwa
fathul makkah tidak bisa dibandingkan dengan peristiwa kasih sayang apapun. Kebengisan
dan kekejaman yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang memusuhi Islam kala
itu, justru diperlakukan diluar patrap-patrap peristiwa sejarah manusia, yang terjadi
adalah kearifan sosial, kerelaan kemanusiaan dan keindahan. Para tawanan perang
dimaafkan dan dimerdekakan, bahkan diberi sangu harta yang jumlahnya lumayan
besar. Rasulullah menggagas keberanian militer dan permaafan politik yang
radikal di ujung peristiwa peperangan besar yang ketika itu dua ribu pasukan berpakaian
besi sangat siap melawan pasukan siapapun yang berkuasa di dunia ini.
“Wa qul ja'al haqqu wa zahaqol baathilu,
innal baathila kaana zahuuqaa.”(17:81)