Feb 17, 2015

Manusia Akhlak


Pak Gaspol tiba-tiba datang menghampiri Kang Ruwat. Tampak di meja, satu buah papan catur lengkap dengan biji caturnya.

"Sini-sini pak gaspol. Mari duduk." 

Mereka berdua saling berhadapan. Dan sangat siap untuk memulai pertandingan catur.

"Gini Pak Gaspol. Pak gaspol tahu apa yang ada dimeja ini?" Tanya kang ruwat sambil jarinya menunjuk kemeja.

"Tentu tahu kang Ruwat. Ini kan papan catur" Tanpa ragu-ragu pak gaspol menjawabnya.

"Pak Gaspol tahu ada berapa jumlah biji catur?"

"Jumlah biji catur ya ada 32"

"Berapa kemungkinan kejadian yang akan terjadi dari 32 biji catur itu pak gaspol?

Pak Gaspol terlihat mentok atas pertanyaan itu.

"Maksudnya bagaimana toh kang Ruwat?"

"Jadi gini pak gaspol. Jumlah biji catur yang 32 itu, punya 114 juta kemungkinan yang akan terjadi. Itu baru 32 biji catur loh pak gaspol"

"Lantas apa maksud kang Ruwat?"

"Loh Pak Gaspol... Apakah pak Gaspol tahu berapa jumlah penduduk Indonesia?"

"Ya sekitar 250 juta jiwa"

"Nah dari 250 juta jiwa itu, berapa probabilitas perilaku yang bisa terjadi? Ada berapa pasal hukum dan KUHP? Apakah semua pasal bisa mengatur kemungkinan perilaku dari penduduk yang banyaknya 250 juta jiwa itu?"

"Kang Ruwat ini bagaimana. Saya ini kesini mau main catur toh. Tapi kok malah kasih pertanyaan jelimet begini"

"Pak Gaspol, Negara ini berdasarkan hukum. Tapi ya manusianya harus manusia akhlak. Sebab tidak ada pasal hukum yang mengatur : kalau seseorang tidak menolong tetangga yang sakit, maka akan dihukum enam bulan kurungan. Itu ndak ada pak gaspol... Dan perilaku tersebut tidak bersalah dimata hukum. Kecuali dalam ruang akhlak"

"Tapi negara kita ini supremasi hukum loh kang"

"Kalau seorang hakim berada di dalam persidangan melakukan supremasi hukum, yang ada adalah hanya tahu bahwa seorang pencopet bersalah karena melanggar pasal-pasal yang berlaku. Pasal-pasal tidak tahu kenapa orang itu mencopet. Kalau ternyata kesalahan yang dilakukan tidak ada pasal hukumnya bagaimana ayo?. Jadi ya harusnya supremasi keadilan, hakim di dalam persidangan modalnya bukan hanya pasal-pasal hukum, tapi nurani, keadilan, dan keteguhan moral"

"Walah Pak Gaspol, sampean ini jangan tambahi-tambahi supremasi toh"