Jan 28, 2016

Tentang Jalan

Aktivitas Anak-Anak waktu sore hari di Jln. Pemuda IV, Rawamangun (27 Januari 2016)

Kota-kota banyak dikepung oleh bangungan-bangunan. Kalau rumah atau bangungan-bangunan bersifat privat, maka jalan menjadi ruang luar sekaligus ruang dalam dari sebuah kota.  Ketika keluar dari sebuah gedung atau bangungan, maka segera kita menjejakkan kaki di jalan. Saat itu kita hanya tahu bahwa fungsi jalan sekedar penghubung dari satu tempat ke tempat lain. Menjadi kejadian biasa dan wajar jika jalan didominasi oleh aktivitas lalu lalang kendaraan atau menjadi tempat parkir. Benarkah rutinitas tersebut menjadi hal yang wajar dan tidak perlu lagi dipertanyakan, dikaji, atau direkonstruksi kembali ?

Petanda apa jika anak-anak keluar rumah, kemudian mengokupasi jalan sebagai ruang bermainnnya? Aktivitas bermainnya anak-anak menjadi semacam senepo. Kritiknya halus dan tersembunyi. Ketika jalan menjadi tempat pertemuan, ruang untuk saling berinteraksi dan aktivitas bersama, maka itu wujud dari definisi ruang publik atau ruang khalayak. Kota mesti dibangun sebagai ruang yang hidup, bukan sekedar ruang bagi kuda-kuda bermesin.

Main-mainnya anak-anak di jalan adalah tumbuh dan terbangun secara organis, bukan atas dorongan event atau sponsor seperti pada acara car free day – dimana ruang khalayak hanya sebatas menutup jalan dan kemudian esok hari masyarakat kembali tak memiliki ruang khalayak yang sesungguhnya.